Rabu, 25 April 2012

KRATON SURAKARTA HADININGRAT - Istana Jawa Kuno dengan Sentuhan Eropa









 

Kraton Surakarta Hadiningrat atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kraton Kasunanan Surakarta telah berdiri sejak ratusan tahun lalu. Kraton ini adalah “penerus” dari Kerajaan Mataram Islam. Setelah berganti-ganti pusat pemerintahan mulai dari Kotagede, Pleret hingga Kartasura, pemberontakan kuning oleh etnis Tionghoa memaksa Mataram untuk memindahkan Kratonnya ke Desa Sala. Konflik internal dan campur tangan Belanda kemudian memaksa kerajaan ini pecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta pada tahun 1755 melalui perjanjian Giyanti.

Perjalanan diawali dari gerbang Kraton paling utara yaitu gapura Gladag. Gapura ini dijaga oleh dua arca Dwarapala bersenjata gada. Menyusuri ruas jalan yang teduh dengan pohon beringin tua di kanan kirinya, YogYES sampai di Alun-Alun Utara. Layaknya gaya khas sebuah tata kota tua, Kraton Kasunanan Surakarta terletak dalam satu kompleks dengan Alun-Alun dan Masjid Agung. Sebuah pendapa terbuka besar berdiri megah tepat di seberang alun-alun, sementara bangunan utama kraton berada di belakangnya. Di dalam bangunan utama ini terdapat sebuah museum yang dulunya merupakan kompleks perkantoran pada jaman Paku Buwono X. Bangunan ini terbagi atas 9 ruang pameran yang berisi aneka macam benda dan pusaka peninggalan Kraton, hingga diorama kesenian rakyat dan upacara pengantin kerajaan lengkap dengan berbagai macam peralatannya.

Sebuah lorong sempit menghubungkan museum dengan kompleks utama kraton. Untuk menghormati adat istiadatnya, kita tidak diperbolehkan mengenakan celana pendek, sandal, kaca mata hitam, dan baju tanpa lengan. Sandal juga dilepas dan kita harus berjalan tanpa alas kaki di atas pasir pelataran yang konon diambil dari Pantai Selatan. Pohon Sawo Kecik yang menaungi pelataran membuat udara senantiasa sejuk. Secara jarwa dhosok, nama pohon itu dimaknai sebagai lambang yang artinya sarwo becik atau serba baik. Yang menarik adalah patung-patung Eropa yang menghiasi istana sehingga menghasilkan kombinasi apik arsitektur Jawa Kuno dengan sentuhan Eropa. Patung-patung ini merupakan hadiah dari Belanda yang dulu memang memiliki hubungan sangat dekat dengan Kasunanan Surakarta. Sebuah menara tinggi di sebelah selatan pelataran bernama Panggung Songgobuwono menjadi ciri khas kraton ini.

Belum puas menjelajahi bangunan kraton, YogYES meminta seorang tukang becak untuk mengantar mengelilingi seluruh kompleks kraton. Duduk santai di dalam becak menyusuri jalan-jalan di dalam kraton menjadi pengalaman tersendiri. Sampai di Alun-Alun Selatan, terlihat dua gerbong kereta tua terparkir disana, yaitu Kereta Pesiar Raja dan Kereta Jenazah. Namun gerbong-gerbong ini sudah tidak lagi berfungsi karena rel-relnya sudah banyak yang berubah menjadi pemukiman penduduk. Di sisi alun-alun yang lain, sekawanan kerbau putih yang terkenal dengan sebutan kebo bule Kyai Slamet terlihat asyik merumput. Kerbau-kerbau ini dianggap keramat oleh masyarakat Solo dan selalu diarak pada kirab sekatenan ataupun kirab malam 1 Sura.

MUSEUM BATIK KUNO DANARHADI SOLO JAWA TENGAH











MUSEUM BATIK KUNO DANAR HADI beralamat di Jl. Slamet Riyadi 261 Surakarta

MUSEUM BATIK KUNO DANAR HADI - Museum Batik Terlengkap di Dunia

Batik sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Teknik pewarnaan kain ini menggunakan lilin batik (malam) untuk mencegah masuknya warna di bagian-bagian tertentu. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai salah satu Warisan Kebudayaan Dunia. Didorong oleh kecintaannya terhadap batik, Haji Santosa Doellah yang juga pemilik usaha Batik Danarhadi ini mengumpulkan batik dari seluruh penjuru negeri. Hingga kini koleksinya sudah mencapai lebih dari sepuluh ribu lembar kain batik kuno, 600 di antaranya dipamerkan di Museum Batik Danarhadi.

Dari Batik Kraton, Batik Belanda, hingga Batik Tiga Negeri

Seorang pemandu menyapa dengan ramah dan kemudian mendampingi tour 1,5 jam menjelajah museum. Ruang galeri pertama berisi koleksi Batik Belanda yang sebagian besar berbentuk sarung dengan dominasi motif bunga, dedaunan, hewan terutama burung dan kupu-kupu. Batik Belanda umumnya tampil dengan warna-warna cerah seperti merah, hijau, oranye, dan merah jambu. Di dinding terpajang foto-foto orang Belanda yang sedang mengenakan kain batik.
Ruang galeri kedua dipenuhi dengan koleksi Batik Kraton, baik Kraton Surakarta, Mangkunegaran, Yogyakarta, maupun Pakualaman. Motif batik dari keempat kraton ini hampir sama, hanya modifikasi motif dan cara pemakaiannya saja yang berbeda. Ada pula koleksi yang disebut dengan Batik Tiga Negeri. Batik yang menggunakan tiga warna yaitu merah, biru, dan coklat ini ternyata dibuat di tiga tempat yang berbeda. Pemberian warna merah dikerjakan di Lasem, warna biru di Pekalongan, sementara warna coklat di Solo. Karena itulah jenis batik ini dinamakan Batik Tiga Negeri.
Koleksi lain yang bisa dinikmati adalah Batik China, Batik Jawa Hokokai (batik yang terpengaruh oleh kebudayaan Jepang), Batik Pesisir (Kudus, Lasem, Pekalongan), Batik Sumatra, Batik Saudagaran, Batik Petani, Batik Kontemporer, dan berbagai jenis batik lainnya. Salah satu yang menarik perhatian adalah Batik Cirebon. Selain pengaruh China, jenis batik ini memiliki motif-motif sayap yang menunjukkan pengaruh budaya Hindu dari Kerajaan Mataram Kuno.
Yang tidak boleh dilewatkan adalah koleksi spesial museum ini. Ada beberapa koleksi batik kuno dengan motif unik yang terinspirasi oleh cerita rakyat ataupun cerita legenda. Salah satunya adalah motif Snow White. Batik ini dibuat dengan motif berupa gambar-gambar yang bertutur tentang cerita Snow White. Cerita dimulai ketika ibu tiri Snow White diberitahu oleh cermin ajaib bahwa Snow White adalah wanita tercantik di negeri mereka. Ini membuat sang ibu tiri marah dan membuangnya ke dalam hutan. Gambar-gambar terus berlanjut menceritakan kehidupan Snow White di dalam hutan bersama tujuh kurcaci, makan apel beracun, sampai dengan pertemuannya dengan pangeran yang membangunkannya dari tidur panjang. Batik Snow White yang termasuk dalam jenis Batik Belanda ini didesain oleh wanita Indo-Belanda pada pertengahan abad ke 19. Meskipun demikian, pengerjaannya tetaplah dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Selain itu masih ada beberapa batik dengan motif yang bercerita tentang Hans and Gretel, Little Red Riding Hood, dan bahkan cerita Perang Diponegoro.

One Stop Batik Shopping

Pemandu tour kemudian membawa YogYES ke bagian belakang museum. Suasana kontras langsung terasa. Keanggunan ruang pameran berganti dengan suasana pabrik yang dinamis. Di ruang besar tanpa sekat itu ratusan orang sibuk mengerjakan proses pembuatan batik dari awal sampai akhir. Bila ingin mempelajari teknik pembuatan ini lebih dalam lagi, museum juga menawarkan paket workshop pembuatan batik tulis satu warna selama 5 hari.
Puas menikmati koleksi batik-batik antik dan menyaksikan proses pembuatan batik yang rumit, mata kemudian dimanjakan oleh koleksi batik cantik dalam berbagai produk. Kemeja resmi, gaun-gaun cantik, hingga sarung bantal dan aneka produk lainnya bisa dibeli disini. Museum Batik Danarhadi dengan konsep One Stop Batik Shopping ini benar-benar menjadi surga wisata bagi para pecinta batik, baik lokal maupun internasional.

Selasa, 24 April 2012

Tempat Wisata di Solo Jawa Tengah

CANDI SUKUH - Candi Erotis yang Belum Banyak Diketahui










 

 

Candi Sukuh merupakan salah satu candi paling menarik di Asia Tenggara. Candi ini penuh dengan ornamen erotis. Yang tidak kalah unik, bangunannya mirip dengan piramid Suku Maya di Amerika Tengah. Sayang, candi ini belum banyak diketahui orang.

CANDI SUKUH beralamat di Dukuh Berjo, Desa Sukuh  Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar

 Tidak seperti Candi Khajuraho di India yang sudah mendunia, Candi Sukuh memang belum banyak diketahui orang. Jangankan Anda, orang Jogja saja masih banyak yang tidak mengetahui keberadaan candi ini. Mungkin karena letaknya yang terpencil di lereng Gunung Lawu pada ketinggian lebih dari seribu meter dpl. Dari Terminal Tirtonadi Solo, Anda bisa naik bis umum jurusan Solo-Tawangmangu dan turun di Karang Pandan, dilanjutkan dengan minibus jurusan Kemuning dan disambung dengan ojek hingga ke kawasan candi. Bila membawa kendaraan sendiri, disarankan untuk memakai mobil diesel bertenaga 2000 cc atau lebih untuk memudahkan perjalanan melewati beberapa tanjakan curam.

Relief Tanpa Busana dan Patung Tanpa Kepala

Kompleks candi tidak begitu luas. Menempati sebidang tanah berundak, gapura utama Sukuh tidak berada tepat ditengah melainkan di sebelah kanan depan. Sisi kanan dan kiri dihiasi dengan beberapa relief. Sebuah tangga batu yang cukup tinggi membawa YogYES ke lorong gapura yang ternyata dihalangi dengan rantai. Untuk naik ke teras kedua, YogYES harus turun lagi dan berjalan memutar lewat sebelah kanan. Dari teras kedua barulah nampak dengan jelas bentuk relief di sisi gapura ini. Salah satunya adalah gambar seekor burung garuda yang kaki-kakinya mencengkeram seekor naga. Yang mengherankankan adalah adanya relief beberapa sosok manusia dalam keadaan polos, tanpa busana sama sekali! Sesuatu yang cukup mencengangkan jika mengingat budaya timur yang sangat kental dengan norma susila di Indonesia. Ditambah lagi bila mengingat bahwa ini adalah candi, sebuah bangunan yang identik sebagai tempat persembahyangan dan pemujaan dewa. Melongok ke lorong gapura, sesaji bunga dan dupa berada di lantai, dekat sebuah relief lingga dan yoni dalam sebentuk lingkaran rantai.

Mendekat ke candi utama di teras ketiga, berdiri sebuah panggung batu setinggi pinggang orang dewasa di sebelah kirinya. Terdapat menara batu di bagian depan panggung, lagi-lagi berhiaskan relief-relief erotis dari sosok-sosok tanpa busana. Satu sisi menara bergambarkan relief berbentuk tapal kuda dengan dua sosok manusia di dalamnya. Oleh kebanyakan orang, relief ini dipercaya menggambarkan rahim seorang wanita dengan sosok sebelah kiri melambangkan kejahatan dan sosok sebelah kanan melambangkan kebajikan. Sebuah candi perwara berdiri di depan candi utama. Memutar ke arah kanan, berdiri sosok patung (arca Gupala) tanpa kepala. Gupala ini memegang "tombaknya" yang terlalu besar dibanding ukuran tubuhnya, tidak proporsional. Wah!

Misteri Piramida yang Terpotong

Satu lagi yang menarik dari Candi Sukuh adalah arsitekturnya yang berbeda. Jika candi-candi lain dibangun dengan bentuk yang menyimbolkan Gunung Meru, maka Candi Sukuh memiliki tampilan yang sangat sederhana dengan bentuk trapesium. Dibangun pada abad XV, beberapa saat sebelum runtuhnya Kerajaan Majapahit, candi ini lebih menyerupai piramida suku bangsa Maya dari Amerika Tengah. Mungkinkah dua suku bangsa berbeda dari dua benua yang berbeda bisa membuat bangunan dengan arsitektur dan desain yang nyaris serupa? Ataukah memang ada pengaruh dari suku Maya dalam pembangunan Candi Sukuh pada masa pemerintahan Raja Brawijaya ini?

Berbagai teori dan dugaan pun bermunculan. Salah satunya menyebutkan bahwa candi ini dibangun pada masa-masa ketika kejayaan Hindu mulai memudar. Sebagai akibatnya, pembangunan Candi Sukuh dibuat dengan konsep kembali ke budaya Megalitikum pra sejarah. Teori lain menyebutkan bahwa bentuk candi ini merupakan bagian dari cerita pencarian tirta amerta (air kehidupan) yang terdapat dalam kitab Adiparwa, yaitu kitab pertama Mahabharata. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang puncaknya dipotong dan dipergunakan untuk mengaduk-aduk lautan mencari tirta amerta yang bisa memberikan kehidupan abadi bagi siapapun yang meminumnya.

Berbagai misteri dan pertanyaan memang masih menyelimuti Candi Sukuh. Tak hanya sekedar berjalan-jalan di lereng gunung yang sejuk sambil menikmati arsitektur kuno dari candi terakhir yang dibangun di Pulau Jawa. Berkeliling mencari jejak cerita dan potongan bukti untuk menguak misteri sejarah masa lalu akan menjadi salah satu pengalaman wisata yang menantang dan mengasyikkan.

 

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More